Gunung Lewotobi Meletus, Desa menjadi gelap dan Bandara ditutup

Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), meletus tadi siang sekitar pukul 11.05 Wita. Letusan dahsyat yang mencapai ketinggian 18.000 meter membuat banyak desa di lereng gunung gelap gulita selama lima belas menit. Menurut Heri Makin, warga Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, selain kegelapan, hujan abu vulkanik dan kerikil mengguyur permukiman penduduk. Orang Diminta untuk Menjauhi Pusat Erupsi

Orang-orang di enam desa yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) diminta untuk menghindari pusat erupsi, terutama mereka yang pergi ke Pasar Boru, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur.

Avi Manggota Hallan, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Flores Timur, mengatakan, “Pemerintah dan Polsek Wulanggitang sedang berada di wilayah Desa Boru untuk mengimbau warga agar menghindari pusat erupsi. Setelah erupsi mereda dan situasi kembali normal, warga yang ke Pasar Boru dihimbau untuk kembali ke pos pengungsian.”

Kolom Abu 18 Kilometer, Bandara Ditutup: Saat meletus, kolom abu berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal mengarah ke utara, timur laut, dan barat laut. Puncak kolom abu sekitar 18.000 meter, atau 19.584 meter, di atas permukaan laut.

Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Lewotobi, Fajarudin M Balido, menyatakan, “Erupsi ini tercatat di seismogram dengan amplitudo maksimum 47,3 milimeter dan durasi sementara ± 6 menit 26 detik.”

Letusan tersebut juga berdampak pada Bandar Udara Frans Seda Maumere di Kabupaten Sikka. Partahian Panjaitan, kepala bandara Frans Seda Maumere, menyatakan bahwa bandara ditutup sementara.

“Bandara ditutup sementara hari ini,” kata Partahian kepada detikBali.

Selain itu, letusan Gunung Lewotobi membuat penerbangan Wing Air ke Larantuka batal terbang. Hasilnya, 130 penumpang tidak berangkat dan tidak tiba di tujuan.